Tentang Hotel La Fasa

UMUM :

Hotel La Fasa mengutamakan kebersihan, kenyamanan dan keramahtamahan dengan suasana yang asri yang membuat anda merasa menginap dirumah sendiri.

LOKASI :

Lokasi sangat strategis karena berada di daerah kampus seperti IPDN/Institut Pemerintahan Dalam Negeri; UNPAD/Universitas Pajajaran; IKOPIN/Institut Koperasi Indonesia dan UNWIM/Universitas Winaya Mukti.

Mudah dicari karena terletak dipinggir jalan Raya Jatinangor 54 Jatinangor, Sumedang - 45363 (depan kampus IPDN/Institut Pemerintahan Dalam Negeri), telepon/facsimile 022 – 7781515 yang menghubungkan kota Bandung – Cirebon. Sangat gampang dicapai karena memerlukan waktu hanya 5 menit dari pintu tol Cileunyi. Transportasi umum disekitar Jatinangor dan ke/dari kota Bandung ada beberapa pilihan dan tersedia cukup banyak.

FASILITAS :

Menyediakan 33 kamar yang terdiri dari Family, Deluxe, Superior dan Standard dengan fasilitas AC/Air Conditioner, kipas angin, Air panas, TV Satelit Parabola, Breakfast.

KETENTUAN YANG BERLAKU :

1. Tidak menerima tamu short time

2. Dilarang menerima tamu lain jenis yang bukan muhrim (suami/istri) di kamar.

3. Dilarang membawa senjata tajam, minuman keras, hewan peliharaan dan berjudi.


Datang dan tinggalah bersama kami, terima kasih

Hormat kami,



Ada Candi di Kabupaten Bandung ???


Kabupaten Bandung memiliki situs purbakala dalam bentuk candi. Tidak semua orang tahu tentang hal ini. Umumnya candi-candi yang ada di pulau Jawa ditemukan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Belakangan, baru ditemui pula beberapa candi di wilayah Jawa Barat seperti apa yang terdapat di Batujaya (Karawang) dan Cangkuang (Garut). Baru pada bulan Agustus 2002, secara tidak sengaja seorang warga di Kampung Bojongmenje, Desa Cangkuang, Kecamatan Rancaekek yang hendak mencari tanah guna menguruk gang yang tidak rata tanahnya, menemukan sebuah rongga tanah yang di sekelilingnya terdapat tumpukan batu yang tertata rapi. Penemuan tumpukan batu tersebut akhirnya diputuskan sebagai bagian dari suatu candi oleh para arkeologi, semenjak saat itu dilokasi tersebut dilakukan ekskavasi untuk penemuan dan penelitian lebih lanjut.

Dugaan awal oleh para ahli arkeologi Candi Bojongmenje merupakan peninggalan dari abad ke 7. Bila hal itu benar, maka Candi Bojongmenje memiliki usia yang jauh lebih muda dibandingkan Candi di situs Batujaya yang merupakan peninggalan abad ke 2, namun memiliki umur hampir yang sama dengan Candi Dieng - Wonosobo. Bahkan menurut Timbul Haryono, umur Candi Bojongmenje bisa jadi lebih tua dibandingkan dengan Candi Dieng. Sambil menunjuk sejumlah bebatuan yang ditemukan oleh tim ekskavasi, Timbul Haryono mengungkapkan, indikasinya adalah tidak ditemukannya halfround atau bebatuan dengan profil yang setengah lingkaran. Tapi yang ada hanyalah bebatuan dengan profil segi panjang dan bingkai padma.


Dikemukakannya, Candi Bojongmenje yang diduga luasnya sekitar enam kali enam meter ini merupakan petunjuk di daerah tersebut pernah ada perkampungan masyarakat tertentu. Artinya, masyarakat tersebut merupakan bagian kecil dari sebuah struktur kerajaan pusat yang besar yang ditandai antara lain dengan berdirinya candi-candi berukuran besar sebagai tempat suci ibadahnya.

Karena itulah, diduga kuat selain di Bojongmenje, ada pula candi-candi sejenis yang didirikan oleh masyarakat tersebut sebagai tempat ibadahnya. Indikasi tersebut kian kuat dengan adanya aliran sungai Cimande dan sungai Citarik yang letaknya tak jauh dari lokasi Candi Bojongmenje. Bahkan ada informasi, sekitar dua kilometer dari lokasi Candi Bojongmenje ada pula mata air panas.

Menyinggung soal adanya batu ambang dengan corak dua lobang, Timbul memperkirakan batu ambang tersebut merupakan bagian dari relung candi. Begitu pula batu ambang dengan corak satu lobang, disebutkannya sebagai pecahan dari relung candi. Adapun soal temuan berupa batu bata, Timbul menilai, batu bata tersebut berusia tua dan merupakan bagian dari dalam "tubuh" candi yang bebatuannya tak terstruktur secara baik.

Dengan penemuan Candi Bojongmenje ini bisa jadi akan mengubah fakta sejarah. Fakta tersebut antara lain tentang arah penyebaran budaya di Pulau Jawa dari timur ke barat, menjadi sebaliknya yaitu dari barat ke timur. Hal itu berdasarkan temuan-temuan arkeologi yang menunjukkan bahwa Candi Bojongmenje lebih tua dibandingkan candi-candi di Jawa Tengah dan Jawa Timur atau paling tidak setara dengan candi tua di Dieng Jawa Tengah.

Penemuan Candi Bojongmenje tentu sangat membanggakan urang Sunda yang selama ini perannya dalam panggung sejarah percandian kurang terperhatikan. Bernert Kempers seorang pakar arkeologi dari Belanda juga hanya membagi masa klasik di Jawa menjadi masa klasik Jawa Tengah dan masa klasik Jawa Timur. Berdasarkan pembabakan itu, dikatakan bahwa masa klasik di Indonesia terbagi menjadi klasik tua untuk periode Jawa Tengah dan masa klasik muda untuk periode Jawa Timur.

Pendapat itu perlu ditinjau ulang karena tidak menyebut peran orang Sunda dalam sejarah bangnunan percandian. Padahal, bukti-bukti epigrafis menunjukkan bahwa di wilayah Tatar Sunda telah ada pusat kerajaan Hindu yaitu Tarumanagara. Di samping itu, perkembangan penelitian arkeologi di wilayah Tatar Sunda mulai muncul penemuan candi. Oleh karena itu, penemuan Candi Bojongmenje diharapkan akan membuka tabir percandian di Tatar Sunda menjadi lebih terang.

Melongok lokasi dimana Candi Bojongmenje berada, memang cukup memperhatikan. Untuk menuju lokasi candi ini mesti melewati sebuah gang sempit dengan tembok pagar pabrik yang menjulang tinggi. Tempat ditemukannya candi ini sendiri menempel dengan tembok pagar pembatas pabrik. Sehingga masih terdapat kendala jika ingin menggali lebih ke utara lagi, yang hal tersebut berarti butuh melakukan penggalian dihalaman area pabrik. Konon harga tanah disekitar candi ikut mengalami kenaikan hingga dua kali lipat. Nampaknya proses ekskavasi dan pembangunan kembali bangungan candi bakal masih jauh dari selesai.


No comments:

Post a Comment