Tentang Hotel La Fasa

UMUM :

Hotel La Fasa mengutamakan kebersihan, kenyamanan dan keramahtamahan dengan suasana yang asri yang membuat anda merasa menginap dirumah sendiri.

LOKASI :

Lokasi sangat strategis karena berada di daerah kampus seperti IPDN/Institut Pemerintahan Dalam Negeri; UNPAD/Universitas Pajajaran; IKOPIN/Institut Koperasi Indonesia dan UNWIM/Universitas Winaya Mukti.

Mudah dicari karena terletak dipinggir jalan Raya Jatinangor 54 Jatinangor, Sumedang - 45363 (depan kampus IPDN/Institut Pemerintahan Dalam Negeri), telepon/facsimile 022 – 7781515 yang menghubungkan kota Bandung – Cirebon. Sangat gampang dicapai karena memerlukan waktu hanya 5 menit dari pintu tol Cileunyi. Transportasi umum disekitar Jatinangor dan ke/dari kota Bandung ada beberapa pilihan dan tersedia cukup banyak.

FASILITAS :

Menyediakan 33 kamar yang terdiri dari Family, Deluxe, Superior dan Standard dengan fasilitas AC/Air Conditioner, kipas angin, Air panas, TV Satelit Parabola, Breakfast.

KETENTUAN YANG BERLAKU :

1. Tidak menerima tamu short time

2. Dilarang menerima tamu lain jenis yang bukan muhrim (suami/istri) di kamar.

3. Dilarang membawa senjata tajam, minuman keras, hewan peliharaan dan berjudi.


Datang dan tinggalah bersama kami, terima kasih

Hormat kami,



Museum sang maestro Affandi

beberapa lukisan karya Affandi :



Museum yang berlokasi ditepi barat sungai Gajah Wong di Jalan Solo ini dulunya juga merupakan tempat tinggal sang maestro pelukis Indonesia Affandi. Memperingati 100 tahun Affandi di 2007 ini, museum ini tidak hanya memamerkan lukisan Affandi melainkan juga lukisan putri-nya Kartika dan Rukmini. Menurut salah seorang pemandu masih ada sekitar 300-an karya Affandi yang masih disimpan (belum dipamerkan).

Tiket masuknya seharga Rp 10.000,- dan apabila kita membawa kamera maka biaya sebesar Rp 10.000.- akan dikenakan lagi kepada kita, namun kita diberi kebebasan untuk memotret seluruh bagian galeri termasuk koleksi lukisan yang dipamerkan !

Bertempat di atas tanah seluas kurang lebih 3.500m2 arsitektur museum ini menunjukkan kebersahajaan sang maestro. Bentuk atap bangunan galeri semuanya menyerupai pelepah daun pisang dan seluruhnya dirancang oleh sang maestro sendiri. Pembangunannya dilakukan secara bertahap, total terdapat 3 galeri pamer, rumah tinggal dan ruang keluarga berbentuk gerobak sapi yang dibuat Affandi atas permintaan istrinya Maryati ketika dirinya sudah beranjak tua dan tak mampu lagi menaiki tangga menuju rumah utama. Awalnya Maryati meminta Affandi untuk membuatkan dirinya sebuah caravan dengan alasan caravan bisa dibawa kemana saja dan oleh Affandi diwujudkan dalam bentuk gerobak sapi.


Galeri I selesai dibangun pada tahun 1962 diatas tanah seluas 314.6m2 yang diresmikan oleh Dirjen Kebudayaan pada waktu itu Prof. Ida Bagus Mantra pada tahun 1974. Dalam galeri ini kita bisa menikmati karya lukisan Affandi dari awal-awal karir melukis hingga yang tahun-tahun terakhir masa hidupnya berupa sketsa, lukisan cat air, pastel serta cat minyak diatas kanvas. Mobil kesayangan Affandi semasa hidup yaitu Colt Gallant buatan tahun 1976 juga turut dipamerkan di Galeri I ini. Uniknya mobil itu sudah di-modifikasi sehingga memiliki bentuk menyerupai ikan. Selain itu ada beberapa penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri seperti Penghargaan Doctor Honoris Causa dari National University of Singapore di tahun 1974. Koleksi perangko seri Affandi yang pernah diterbitkan bahkan sepeda Affandi turut dipamerkan disini.

Dalam Galeri II (yang selesai dibangun pada tahun 1988 dan diresmikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada waktu itu Prof. Dr. Fuad Hassan) akan banyak ditemukan lukisan karya Kartika yang dipamerkan untuk dijual, menurut pemandu hal ini dalam rangka memperingati 100th Affandi di 2007. Kalau anda bertanya-tanya mengapa Affandi memilih gaya melukis seperti sekarang dengan mempelotot-kan (mengeluarkan sebagian isi cat langsung dari tube-nya) langsung cat tanpa menggunakan palet untuk mencampur warna, maka anda bisa menemukan jawabannya di Galeri II ini melalui sketsa “Gambar Sendiri” dimana Affandi menulis:

“Tjat tube saja gariskan sekaligus di canvas, tapi kemudian disapu dengan tangan atau penseal. Ini tjara saja temukan dan gunakan untuk memudahkan dan mempertjepat pekerdjaan. Bukan oleh karena tjepat, tetapi supaja mengalirnja emosi djangan diganggu. Kalau saja pakai palet, dus mentjampur warna di palet, itu waktu mengganggu mengalirnja expresi, dan memberikan kesempatan menggunakan otak” .


Galeri III dipergunakan sebagai ruang pamer karya lukis putrinya, Kartika dan Rukmini serta beberapa sulaman karya sang istri, Maryati. Galeri ini selesai dibangun pada tahun 1997 dan diresmikan oleh Sri Sultan HB X. Galeri ini terdiri dari 3 lantai bangunan dimana dilantai bawah tanah dipergunakan sebagai tempat menyimpan lukisan, lantai 1 untuk ruang pameran, lantai 2 dipergunakan sebagai ruang perbaikan/perawatan lukisan.

Rumah Affandi sendiri masih berada dikompleks museum dan ruang pamer. Atap bangunannya masih berbentuk pelepah daun pisang. Kolam renang kecil yang terletak dibagian bawah dulunya menjadi tempat berkumpulnya para cucu Affandi. Kolam ini sempat dibuka untuk umum tetapi ketika saya datang kolam sedang ditutup.

Didalam kompleks museum juga kita akan menemukan makam Affandi bersebelahan dengan makam istrinya, Maryati. Affandi wafat pada tanggal 23 May 1990 dan memilih tempat diantara Galeri I dan II sebagai tempat peristirahatannya yang terakhir dikelilingi oleh karya-karyanya.

Melihat kompleks museum Affandi secara keseluruhan seperti mengingatkan saya akan sosok Affandi sebagai pelukis yang sangat sederhana dan bersahaja. Semasa hidup Affandi sering mengenakan sarung dan kaus singlet putih yang kadang sudah sobek disana-sini sambil menghisap pipa kesayangannya. Tak jarang dengan pakaian seadanya itu ia berjalan kaki menemui penjual angkringan dan nongkrong bersama sehingga tidak ada yang menduga bahwa dia adalah sosok pelukis kenamaan yang mempunyai reputasi tingkat dunia.


Gaya melukis dengan cat warna langsung di-pelotot-kan diatas kanvas adalah ciri khas Affandi. Saya masih ingat dalam salah satu tayangan di TV --lebih dari satu dekade lalu-- menunjukkan sosok renta Affandi yang harus dituntun untuk sampai ke kanvas-nya, disana sudah menanti asisten pribadi yang sudah menyiapkan puluhan cat dalam keadaan sudah dipelototkan sehingga siap untuk digunakan oleh sang maestro. Tak lama adegan yang dinanti terjadi, pertarungan dua ayam jantan. Saat itu tangan tua Affandi bekerja dengan cepat seiring dengan terjadinya pertarungan ayam. Tube cat digoreskan keatas kanvas bergantian satu sama lain dengan cepat. Tidak ada palet untuk mencampur warna, tidak ada kuas yang dipergunakan untuk menorehkan cat. Hasilnya adalah lukisan berjudul “Cock Fighting” yang dibuat pada tahun 1976. Luar biasa !!!.

Affandi juga salah satu dari sedikit pelukis Indonesia yang karya-karyanya masih diburu para kolektor baik dalam maupun luar negeri dan harganya terus meninggi. Karya-karyanya pernah masuk ke Balai Lelang Christie’s dan Sotheby’s, tak heran ada orang yang bilang “Jangan percaya kalau ada orang menjual karya Affandi dengan harga dibawah Rp 300 juta.”




No comments:

Post a Comment