Gambaran Umum
Objek wisata Cobanrondo telah berubah, itulah kesan yang saya peroleh setelah lebih dari lima tahun tidak pernah berkunjung lagi kelokasi tersebut. Betapa tidak, dulu waktu berkunjung ke lokasi ini, nuansa alami masih terasa cukup kental ditandai dengan hijau dan wangi pohon pinus beserta dinginnya udara dan air pegunungan. Sekarang, mungkin karena perubahan cuaca global suhu yang ada sudah tidak sedingin beberapa tahun yang lalu. Pepohonan pinus yang ada nampaknya juga mulai dihiasi dengan warna coklat tanda kekeringan :( Air terjun yang mengalir juga tidak sederas dulu lagi, namun masih mampu meberikan daya tarik untuk dikunjungi.
Objek wisata Cobanrondo telah mengalami pembangunan atau pembenahan terhadap berbagai sarana dan prasarana yang ada. Bisa dilihat dari jalan aspal menuju lokasi yang telah dibangun lebih baik dan mulus mulai gerbang masuk hingga ke areal parkir yang saat ini telah mampu menampung berpuluh-puluh mobil. Kedai-kedai makanan juga banyak didirikan dan berjajar rapi ditepi areal parkir. Fasilitas mushola dan kamar kecil juga dibangun dengan cukup baik, memudahkan pengunjung untuk beribadah disela-sela kegiatan wisatanya.
Sekarang, tidak hanya air terjun yang menjadi sentra wisata di lokasi ini. Pembangunan lokasi bermain untuk anak-anak dan kebun binatang mini nampaknya bisa menjadi alternatif dan mampu sedikit mengurangi konsentrasi kepadatan wisata di sekitar lokasi air terjun. Ya, objek wisata air terjun Cobanrondo ini memang sejak dulu merupakan salah satu tujuan wisata di kabupaten Malang, bersaing erat dengan objek wisata lain semacam Songgoriti, Sengkaling, Selorejo, Selekta dan Cangar. Dan nampaknya pemda setempat memang berusaha untuk menjadikannya sebagai salah satu sumber pemasukan pendapatan daerah melalui pembenahan-pembenahan yang telah dilakukan.
Air terjun Cobanrondo memiliki ketinggian 84 meter, berada pada ketinggian 1135 meter dari permukaan air laut, tepatnya didesa Pandesari Kecamatan Pujon, kabupaten malang. Air yang mengalir berasal dari sumber mata air Cemoro Dudo. Objek wisata ini pertamakali dibangun pada tahun 1980 dan merupakan bagian dari wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), Perum Perhutani Malang. Dari data statistik yang ada, air terjun Cobanrondo memiliki debit air 150 liter/detik, sedangkan pada musim kemarau hanya 90 liter/detik. Selain untuk tujuan wisata, air terjun Cobanrondo juga digunakan untuk pengelolaan air minum melalui PDAM untuk masayrakat Kecamatan Pujon.
Air terjun Cobanrondo memiliki kolam penampungan air yang dangkal, dengan ketinggian yang tidak lebih tinggi dari betis orang dewasa, praktis tidak dimungkinkan bagi pengunjung untuk berenang di dalamnya. Namun dengan dangkalnya kolam penampungan air ini nampaknya mampu menarik minat pengunjung terutama anak-anak kecil untuk bermain-main air tanpa takut tenggelam. Bahkan beberapa anak kecil nampak berbaring atau tidur-tiduran di kolam penampungan air terjun tersebut sambil menikmati kesegaran airnya.
Di akhir minggu terlebih dihari libur besar semacam lebaran dan tahun baru, kawasan ini memang banyak dipadati oleh pengunjung yang datang dari berbagai tempat dan tak jarang berasal dari luar kota. Sebagian besar pengunjung yang datang didominasi oleh kaum remaja. Mereka menghabiskan waktu ditempat ini dengan duduk-duduk disekitar air terjun, bermain air dibawah limpahan air terjun atau dibagian sungainya. Terkadang juga banyak ditemui duduk bergerombol disalah satu sisi bukit yang menampilkan panorama kota Malang dari ketinggian sambil menikmati jagung bakar. Bagi pengunjung yang ingin berkemah, juga telah disediakan area tersendiri yang berada di lokasi hutan pinus, tak jauh dari loaksi air terjun. Dengan demikian boleh dibilang objek wisata air terjun Cobanrondo, merupakan objek wisata yang telah memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap bagi pengunjung untuk dinikmati bersama teman maupun keluarga, secara perorangan maupun berkelompok.
Legenda
Asal-usul Cobanrondo berasal dari sepasang pengantin yang baru saja melangsungkan pernikahan. Mempelai wanita yang bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi menikah dengan Raden Baron Kusuma dari Gunung Anjasmoro. Setelah usai pernikahan mencapai 36 hari (selapan) Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro. Namun orangtua Dewi Anjarwati melarang kedua mempelai pergi karena baru selapan. Namun keduanya bersikeras pergi berangkat dengan segala resiko apapun yang akan terjadi diperjalanan.
Ketika dalam perjalanan, keduanya dikejutkan dengan hadirnya Joko Lelono yang tidak jelas asl usulnya. Tampaknya Joko Lelolono terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati dan berusaha merebutnya. Perkelahian tidak dapat dihindarkan, kepada punokawan yang menyertainya Raden baron berpesan agar Dewi Anjarwati disembunyikan diseuatu tempat yang ada Cobannya (air terjun). Perkelahian berlangsung dan akhirnya sama-sama gugur, dengan demikian akhirnya Dewi Anjarwati menjadi janda (Jawa, Rondo = Janda).
Sejak saat itulah, Coban tempat tinggal Anjarwati menanti suaminya dikenal sebagai Coban Rondo. Konon batu besar yang berada dibawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri.
No comments:
Post a Comment