Tentang Hotel La Fasa

UMUM :

Hotel La Fasa mengutamakan kebersihan, kenyamanan dan keramahtamahan dengan suasana yang asri yang membuat anda merasa menginap dirumah sendiri.

LOKASI :

Lokasi sangat strategis karena berada di daerah kampus seperti IPDN/Institut Pemerintahan Dalam Negeri; UNPAD/Universitas Pajajaran; IKOPIN/Institut Koperasi Indonesia dan UNWIM/Universitas Winaya Mukti.

Mudah dicari karena terletak dipinggir jalan Raya Jatinangor 54 Jatinangor, Sumedang - 45363 (depan kampus IPDN/Institut Pemerintahan Dalam Negeri), telepon/facsimile 022 – 7781515 yang menghubungkan kota Bandung – Cirebon. Sangat gampang dicapai karena memerlukan waktu hanya 5 menit dari pintu tol Cileunyi. Transportasi umum disekitar Jatinangor dan ke/dari kota Bandung ada beberapa pilihan dan tersedia cukup banyak.

FASILITAS :

Menyediakan 33 kamar yang terdiri dari Family, Deluxe, Superior dan Standard dengan fasilitas AC/Air Conditioner, kipas angin, Air panas, TV Satelit Parabola, Breakfast.

KETENTUAN YANG BERLAKU :

1. Tidak menerima tamu short time

2. Dilarang menerima tamu lain jenis yang bukan muhrim (suami/istri) di kamar.

3. Dilarang membawa senjata tajam, minuman keras, hewan peliharaan dan berjudi.


Datang dan tinggalah bersama kami, terima kasih

Hormat kami,



Gua Jepang + Belanda di Lembang


Berada didalam Taman Hutan Ir. Juanda - Bandung, terdapat dua buah gua bersejarah. Dua buah gua yang hanya terpisahkan jarak kurang lebih 400 meter tersebut memiliki nama yang disesuaikan dengan negara penjajah yang berkuasa saat gua tersebut di bangun. Gua Belanda yang dibangun pada tahun 1918 memiliki umur yang sedikit lebih tua dibandingkan "adik"-nya Gua Jepang yang baru dibangun pada tahun 1942.

Gelap dan lembap mendominasi suasana di kedua gua tersebut. Ukuran gua yang cukup besar ditambah dengan lorong-lorong ventilasi udara di beberapa sudut, mengakibatkan suasana didalam gua tidaklah pengab. Namun lorong-lorong panjang dan banyaknya persimpangan didalam gua tersebut cukup membingungkan bagi mereka yang pertamakali memasuki gua tersebut. Pada Gua Belanda sebenarnya sudah terdapat instalasi penerangan pada bagian tengah atas gua. Sayang sekali fasilitas tersebut tidak lagi berfungsi dengan baik,


atau mungkin memang sengaja tidak diaktifkan untuk memberi peluang pada penduduk sekitar menawarkan jasa penyewaan lampu senter. Untunglah kami membawa head lamp (lampu senter yang terikat dikepala) sehingga praktis kebutuhan akan penerangan sebenarnya bukan suatu masalah lagi, namun menikmati gua tanpa tahu cerita dibaliknya akan menjadikan wisata kali ini kurang menarik. Tanpa pikir panjang kamipun langsung meng-iya-kan saat salah seorang penduduk menawarkan jasa untuk memandu kami.

Berbagai cerita mengalir dari mulut pemandu kami. Penjelasan fungsi dari tiap-tiap sudut gua yang kami kunjungi mengalir dengan lancar. Disalah satu tempat dari gua Belanda, dengan nada bangga pemandu kami menjelaskan bahwa lokasi tersebut merupakan lokasi yang pernah digunakan sebuah acara stasiun telivisi swasta untuk uji keberanian.



"Banyak yang kesurupan pak, bahkan ada pula pengunjung yang berhasil memotret penampakan mahluk halus di tempat ini", ujarnya. Penasaran akan cerita tersebut, saya putuskan untuk ikut memotret lokasinya, dengan harapan mungkin ada yang mau mejeng dan bisa di share unutk pengunjung situs navigasi.net. Sayang sekali, hasil pemotretan yang ada sama sekali tidak memeberikan hasil seperti yang diharapkan. Mungkin 'para penghuni' gua ini udah capek berpose untuk publikasi umum.

Didalam Gua Belanda masih bisa ditemui lokasi penempatan radio pemancar kuno. Pada salah satu lorong gua juga terdapat rel kereta/lori yang berada di lantai gua. Konon gua ini dulunya digunakan sebagai markas militer, penjara, tempat penyimpanan senjata dan juga tempat pembangkit listrik tenaga air. Sebuah relung gua kecil tak jauh dari gua utama dan terletak sedikit diatasnya, dulunya digunakan sebagai tempat pos jaga.

Adapun Gua Jepang sendiri, berlokasi kurang lebih 150 meter dari Gua Belanda. Agak sedikit membingungkan mengapa bangsa jepang bersusah payah membangun sebuah gua lagi dengan lokasi yang tidak terlalu jauh dari gua Belanda. Pemandu kami-pun tidak bisa memberikan jawaban yang pasti akan alasan mengapa hal ini terjadi.



Berbeda dengan Gua Belanda yang telah mengalami renovasi di beberapa bagiannya, Gua Jepang masih memiliki struktur bangunan seperti asalnya. Dinding-dinding gua dari batu karang yang keras masih belum dilapisi dengan semen seperti apa yang terjadi pada gua belanda. Di dalam gua ini juga tidak terdapat instalasi penerangan. Sepertinya gua ini belum selesai sepenuhnya semenjak dibuat tahun 1942. Bukan hal yang aneh, melihat dinding gua yang keras pastilah membutuhkan waktu yang lama untuk membikin gua selebar dan seluas itu. Terlebih pada saat itu alat yang digunakan untuk membuat gua masih berupa alat-alat tradisional semacam linggis dan cangkul yang tentunya dibutuhkan pekerja dalam jumlah yang banyak sekali.

Kedua gua tersebut memang merupakan bagian saksi sejarah yang mewarnai perjuangan bangsa Indonesia. Telah banyak korban yang berjatuhan untuk membangun kedua gua tersebut. Keberadaan kedua gua tersebut nampaknya pantas menjadi bukti masa lalu yang coba mengingatkan bahwa bagaimanapun juga perang ataupun penjajahan adalah salah satu bentuk karya manusia untuk menghancurkan dirinya sendiri, suatu hal yang sebaiknya tidak boleh terjadi lagi di masa-masa mendatang.